Agen Logika Proporsi

PENGETAHUAN TEKNOLOGI SISTEM CERDAS
KECERDASAN BUATAN / ARTIFICIAL INTELLIGENT

DOSEN : ESSY MALAYS SARI SAKTI










3KA10
NABILAH AIDAHNANDA GANARI
NPM. 14115887







UNIVERSITAS GUNADARMA


4.1 Pengertian Berbasis Agen


Tidak seperti pendekatan pemodelan lainnya, agent based modeling dimulai dan
Yang dibutuhkan Agent Based modelling

Sistem Lebih Kompleks


  • Sistem yang perlu dianalisis menjadi lebih kompleks
  • Desentralisasi Pengambilan Keputusan 
  • Batas strategi Mendekati Sitem
  • Meningkatkan interdependensi fisik dan ekonomi
New Tool, Toolkit, Modelling Approaches
  • Beberapa sistem selalu kompleks, namun tidak ada tool untuk menganalisisnya
  • Pasar ekkonomi dan keragaman antar pelaku ekonomi
  • Sistem sosial, jaringan sosial
Data
  • Data yang disusun ke dalam database pada tingkat granularitas (microdata)
  • dapat mendukung simulasi mikro
Daya Komputasi
  • Daya Komputasi meningkat
  • Daya mendukung simulasi mikro

berakhir dengan perspektif agen. Agent based modeling terdiri dari:
 
        Satu set agen (bagian dari model yang ditentukan pengguna)
        Satu set hubungan agen (bagian dari model yang ditentukan pengguna)
        Kerangka kerja untuk mensimulasikan perilaku dan interaksi agen (disediakan oleh toolkit ABMS 
      atau implementasi lainnya)
 
Proses pengembangan model berbasis agen sering memanfaatkan beberapa alat. Agent-based Modeling 
and Simulation membutuhkan beberapa toolkits atau general tool untuk kemudahan pengembangan model.  



4.2 Logika Proposi/ Logika

Kalimat-kalimat dalam (bahasa) logika proposisional dibentuk dari simbol-simbol,yang disebut proposisi (propositions). Simbol-simbol yang dimaksud dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
·         Simbol-simbol kebenaran (truth symbols)
true dan false
·         Simbol-simbol proposisional (propositional symbols)
P,Q R, S, P1,Q1, R,S1, PR2, S2, …
(huruf-huruf besar F, Q, R, atau S, dan mungkin dengan indeks-indeks numerik).
Kalimat-kalimat dalam logika proposisional dibangun dan proposisi-proposisi dengan menerapkan propositional connectives:
not, and, or, if-then, if-and-only-if, if-then-else

1.    Definisi (aturan-aturan semantik)
Dalam bagian ini akan dibicarakan tentang bagaimana cara menentukan nilai kebenaran suatu kalimat, atau aturan-aturan apa saja yang diperlukan untuk menentukan nilai kebenaran dan suatu kalimat.
Misal E suatu kalimat dan I merupakan suatu interpretasi untuk E. Maka nilai kebenaran dan E (dan semua kalimat-kalimat bagiannya) di bawah I ditentukan dengan menerapkan secara berulang-ulang aturan-aturan semantik berikut:

·         aturan false
kalimat false bernilai false under I.


       aturan true
kalimat false bernilai true under I.


       aturan proporsi
nilai kebenaran dan masing-masing simbol proposisional P, Q, R... dalam E sama dengan nilai
kebenaran yang diberikan ileh I pada simbol tersebut
·         aturan not
negasi (negation) dan F (yaitu, not F) bernilai true jika F false, dan bernilai false jika F true.
·         aturan and
konjungsi (conjunction) (yaitu, F and G) bernilai true jika kedua F dan G bernilai true, sebaliknya bernilai false (yaitu, jika F false atau G false).
·         aturan or
disjungsi (disjunction) (yaitu, if F or G) bernilai true jika F true atau G true, dan sebaliknya bernilai false (yaitu, F dan G bernilai false).
·         aturan if-then
implikasi (implication) (yaitu, if F then C) bernilai true jika F false atau G true, dan sebaliknya bernilai false (yaltu, jika F true dan G false).
·         aturan if-and-only-if
ekuivalensi (equivalence) (yaitu, F f and only if G) bernilai true jika nilai kebenaran F sama dengan nilai kebenaran G (yaitu, jika F dan G keduanya bernilai true atau jika F dan G keduanya bernilai false), dan sebaliknya bernilai false (yaitu, jika F true dan G false atau jika F false dan G true).
·         aturan if-then-else
nilai kebenaran dan kondisional (conditional) (yaitu if F then G the H) adalah sama dengan nilai kebenaran dari G jika F bernilai true, dan sama dengan nilai kebenaran dan H jika F bernilai false.

Berikut adalah pengertian-pengertian secara tepat (precisefy) tentang sifat-sifat kalimat:
Definisi (valid, satisfiable, contradictory, implies, equivalent, consistent).

·         Suatu kalimat F dikatakan valid jika F bernilai true di bawah (under) setiap interpretasi untuk F. Kalimat valid dalam logika proposisional kadang-kadang disebut tautologies.
·         Suatu kalimat F dikatakan satisfiable jika F bernilai true di bawah suatu interpretasi untuk F.
·         Suatu kalimat F dikatakan contradictoy (atau unsatisfiable) jika F bernilai false di bawah setiap interpretasi untuk F.
·         Suatu kalimat F implies kalinut G jika untuk setiap interpretasi I sekaligus untuk F dan G. Jika F bernilai true di bawah I maka G juga bernilai true di bawah I.
·         Dua kalimat F dan G dikatakan equivalent jika di bawah setiap interpretasi I untuk F dan G, F mempunyai nilai kebenaran sama dengan nilai kebenaran G
·         Suatu kumpulan kalimat-kalimat F1, F2, ... dikatakan consistent jika ada beberapa interpretasi untuk F1, F2, ... di mana masing-masing F1 bernilai true.



4.3 Pola Penalaran (Reaasoning Pattern) pada Logika proporsi

Inferensi dengan rules merupakan implementasi dari modus ponen, yang direfleksikan dalam mekanisme search (pencarian). Aturannya adalah bilamana semua hipotesis pada rules (bagian “IF”) memberikan pernyataan BENAR.
·        Dapat mengecek semua rule pada knowledge knowledge base dalam arah forward maupun backward
·        Proses pencarian berlanjut sampai tidak ada rule yang dapat digunakan, atau sampai sebuah tujuan tercapai.
Ada dua metode inferencing dengan rules, yaitu :
       Forward Chaining atau Data-Driven
       Backward Chaining atau Goal-Driven.

1.     Forward Chaining

Merupakan grup dari multipel inferensi yang melakukan pencarian dari suatu masalah kepada solusinya. Jika klausa premis sesuai dengan situasi (bernilai TRUE), maka proses akan mengproses atau akan meng-assert konklusi assert konklusi. Forward Chaining adalah data driven karena inferensi dimulai dengan informasi yg tersedia dan baru konklusi diperoleh. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang lebar dan tidak dalam, maka gunakan forward chaining

Beberapa Sifat Beberapa Sifat forward chaining :
·         Good for monitoring, planning, and control
·         Looks from present to future.
·         Works from an tece den t to consequen t.
·         Is data-driven, bottom-up reasoning.
·         Works forward to find what solutions follow from the facts.
·         It facilitates a breadth - first search. ` The antecedents determine the search.
·         It does not facilitate explanation.

2.     Backward Chaining
                Pendekatan goal-driven atau backward chaining, dimulai dari ekspektasi apa yang diinginkan terjadi (hipotesis), kemudian mengecek pada sebab-sebab yang mendukung (atau pun kontradiktif) dari ekspektasi tersebut. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang sempit dan cukup dalam maka gunakan cukup dalam, maka gunakan backward chaining.

Beberapa sifat dari backward chaining:
·         Good for Diagnosis.
·         Looks from present to past.
·         Works from consequent to antecedent.
·         Is goal-driven, top-down reasoning.
·         Works backward to find facts that support the hypothesis.
·         It facilitates a depth-first search.
·         The consequents determine the search The consequents determine the search.
·         It does facilitate explanation

Pada komputer, program dimulai dengan tujuan (goal) yang diverifikasi apakah bernilai TRUE atau FALSE. Kemudian melihat pada suatu rule yang mempunyai Kemudian melihat pada suatu rule yang mempunyai GOAL tersebut pada bagian konklusinya. Mengecek pada premis dari rule tersebut untuk menguji apakah rule tersebut terpenuhi (bernilai TRUE) apakah rule tersebut terpenuhi (bernilai TRUE).
Pertama dicek apakah ada assertion-nya. Jika pencarian disitu gagal, maka ES akan mencari rule lain yang memiliki konklusi yang sama dengan rule pertama tadi yang memiliki konklusi yang sama dengan rule pertama tadi . Tujuannya adalah membuat rule kedua terpenuhi (satisfy ).
Proses tersebut berlajut sampai semua kemungkinan yang ada telah diperiksa atau sampai rule inisial yang yang ada telah diperiksa atau sampai rule inisial yang diperiksa (dg GOAL) telah terpenuhi ` Jika GOAL terbukti FALSE, maka GOAL berikut yang dicoba.

4.4 Inferensi Proporsi yang Efektif : Algoritma Backtracking, Algoritma Pencarian Lokal

Algoritma Backtracking
Algoritma backtracking pertama kali diperkenalkan oleh D.H Lehmer pada tahun1950. Algoritma ini sangat mangkus untuk digunakan dalam beberapa penyelesaianmasalah dan untuk memberikan kecerdasan buatan dalam game. Beberapa game populer semisal Sudoku,  Labirin, Catur dapat  diimplementasikan denganmenggunakan algoritma backtracking. Algoritma backtracking  merupakan algoritma yang digunakan untuk mencari solusi persoalan secara lebih mangkus daripada menggunakan algoritma brute force.
Algoritma ini akan mencari solusi berdasarkan ruang solusi yang ada secarasistematis, namun tidak semua ruang solusi akan diperiksa, hanya pencarian yangmengarah kepada solusi yang akan diproses.Algoritma backtracking  berbasis pada DFS ( Depth First Search ) sehingga aturan pencariannya akan mengikut kepada aturan pencarian DFS yaitu dengan mencarisolusi dari akar ke daun (dalam pohon ruang solusi) dengan pencarian mendalam.Simpul-simpul yang sudah dilahirkan (diperiksa) dinamakan simpul hidup ( live node).Simpul hidup yang sedang diperluas dinamakan simpul-E atau Expand Node.
Algoritma backtracking mempunyai prinsip dasar yang sama seperti brute-force yaitu mencoba segala kemungkinan solusi. Perbedaan utamanya adalah pada ide dasarnya, semua solusi dibuat dalam bentuk pohon solusi dan algoritma akan menelusuri pohontersebut secara DFS sampai ditemukan solusi yang sesuai. Dengan metode runut balik, kita tidak perlu memeriks semua kemungkinan solusi yang ada. Hanya pencarianyang mengarah ke solusi saja yang selalu dipertimbangkan sehingga waktu pencarian dapat dihemat.

Algoritma Pencarian Lokal

Pencarian lokal berusaha untuk melakukan optimasi, misalnya dengan teknik Hill Climbing. Teknik Hill Climbing dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang memiliki banyak alternatif solusi untuk kemudian memilih solusi yang terbaik. Cara kerjanya dimulai dengan memilih solusi acak, kemudian dilakukan perubahan sedikit demi sedikit, setiap perubahan menghasilkan solusi yang lebih baik.

Saat perubahan yang dilakukan tidak lagi mendapatkan solusi yang lebih baik, algoritma Hill Climbing akan berhenti mencari dan menentukan solusi terakhir sebagai solusi yang optimal.
Contoh penggunaan Hill Climbing pada kecerdasan buatan adalah pencarian rute terbaik, dari berbagai kemungkinan rute yang ada.

Contoh lain dari pencarian local adalah teknik pencarian Beam (Beam Search) dan Simulated Annealing (SA).
           
4.5 Agen Berbasis Logika Proporsi

          Agen logika merupakan agen yang memiliki kemampuan bernalar secara logika.Ketika beberapa solusi tidak secara eksplisit diketahui, maka diperlukan suatu agen berbasis logika.Logika sebagai Bahasa Representasi Pengetahuan memiliki kemampuan untuk merepresentasikan fakta sedemikian sehingga dapat menarik kesimpulan (fakta baru, jawaban).Sedangkan pengetahuan merupakan komponen yang penting, sehingga terdapat perbedaan jika diterapkan pada dua agent, yakni problem solving agent dan knowledge-based agent.
            Agen LogikaPerbedaan dua agent, problem solving agent dan knowledge-based agent.Problem solving agent : memilih solusi di antara kemungkinan yang ada. Apa yang ia “ketahui” tentang dunia, pengetahuannya tidak berkembang untuk mencapai problem solution (initial state, successor function, goal test)Knowledge-based agent : lebih “pintar”. Ia “mengetahui” hal-hal tentang dunia dan dapat melakukan reasoning (berpikir, bernalar) mengenai :Hal-hal yang tidak diketahui sebelumnya (imprefect/ partial information).Tindakan yang paling baik untuk diambil (best action).




4.6 Referensi

Macal,Charles & North,Michael. Decision & Information Sciences Division Argonne National Laboratory. http://www.mcs.anl.gov/~leyffer/listn/slides-06/MacalNorth.pdf

Bahan Ajar. Logika Informatika.Universita Gajah Mada. http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/43863/03e19a2d48cacc8746c343d738835569



Komentar

Postingan Populer